Lagi-lagi permasalahan tahunan mulai menghadang di depan mata. Tanggal 1 Desember 2013, beberapa PPK sudah mulai berdatangan meminta petunjuk mengenai pelaksanaan pekerjaan yang “diprediksi” tidak dapat diselesaikan pada akhir tahun anggaran.
Berbagai alasan disampaikan, mulai dari anggaran APBN-P atau APBD-P yang terlambat disahkan, persiapan yang membutuhkan waktu yang lama, pelelangan yang gagal beberapa kali, hingga kondisi alam yang tidak bersahabat kepada manusia. Untung tidak diminta bertanya kepada rumput yang bergoyang…
Kalau dilihat secara keseluruhan, sebagian besar permasalahan ini dimulai dari perencanaan yang tidak matang. Proses pengadaan yang tidak memetakan kebutuhan terlebih dahulu namun hanya berdasarkan anggaran yang tersedia menjadi salah satu sebab utama mundurnya pelaksanaan pelelangan.
Anggaran APBN-P dan APBD-P yang terlambat turun kerap menjadi alasan, namun sebenarnya apabila perencanaan pengadaan yang menggunakan APBN-P dan APBD-P sesuai dengan konsep perubahan yang disandang oleh anggaran, maka kegiatan yang akan dibiayai melalui anggaran perubahan seharusnya bukan kegiatan yang pelaksanaannya membutuhkan waktu yang panjang serta hanya merupakan kelanjutan/perbaikan dari kegiatan yang telah dianggarkan sebelumnya.
Pada akhir tahun ini, ada beberapa skenario yang sering terjadi, diantaranya adalah:
- Pelaksanaan pelelangan belum dilaksanakan.
- Pelaksanaan pelelangan sudah dilaksanakan, namun SPPBJ belum dikeluarkan atau kontrak belum ditandatangani.
- Penandatanganan kontrak sudah dilaksanakan, namun pekerjaan belum dilaksanakan.
- Pekerjaan sudah dilaksanakan, masa pelaksanaan pekerjaan pada kontrak sebelum 20 Desember 2013 namun pekerjaan diprediksi tidak selesai pada masa pelaksanaan, melainkan sebelum 31 Desember 2013.
- Pekerjaan sudah dilaksanakan, namun pelaksanaan pekerjaan diprediksi tidak dapat selesai pada tanggal 31 Desember 2013.
Pelaksanaan pelelangan belum dilaksanakan
Apabila hingga minggu pertama Desember pelelangan masih belum dilaksanakan, maka pastikan bahwa pelaksanaan pekerjaan masih dapat dilaksanakan dalam waktu yang amat singkat. Dalam menyusun jadwal, harus sudah memperhitungkan masa sanggah dan masa sanggahan banding apabila ada.
Kalau melihat jadwal normal, maka hal ini sebenarnya tidak mungkin dapat dilaksanakan kecuali melakukan “lelang-lelangan” dan “akal-akalan.”
Pernah ada informasi, kontrak ditandatangani pada tanggal 31 Desember pukul 08.00, dan BAST dibuat pada tanggal 31 Desember pukul 17.00. Kalau lelangnya tidak diatur, pemenangnya sudah ditentukan terlebih dahulu, pekerjaan sudah dilakukan sebelum lelang dimulai, dan berbagai pelanggaran “fatal” lainnya, maka hal ini sulit diterima akal sehat.
Kesimpulannya, apabila pelaksanaan pelelangan belum dilaksanakan, maka batalkan saja rencana pelaksanaan pelelangannya. Kalau pimpinan memerintahkan untuk melanjutkan, Pokja ULP/Panitia Pengadaan minta surat resmi pimpinan yang berisi perintah melaksanakan pelelangan dan pernyataan akan bertanggung jawab secara hukum apabila dikemudian hari ada permasalahan yang ditemukan.
Pelaksanaan pelelangan sudah dilaksanakan, namun SPPBJ belum keluarkan atau kontrak belum ditandatangani.
Apabila kondisi ini terjadi, maka PPK harus melihat jangka waktu pelaksanaan pekerjaan yang tersisa. Apakah masih memungkinkan untuk melaksanakan pekerjaan. Kondisi yang sering terjadi adalah berlarut-larutnya pelaksanaan pemilihan penyedia yang disebabkan lambatnya evaluasi, penetapan pemenang, atau proses jawaban sanggahan banding. Apabila waktu yang tersisa tidak memungkinkan lagi untuk pelaksanaan pekerjaan, PPK dapat menolak mengeluarkan SPPBJ dan menyerahkan keputusan akhir pada PA/KPA.
Penyedia barang/jasa juga harus memperhatikan kemampuannya. Apabila tidak mampu melaksanakan dalam waktu yang singkat, jangan memaksakan diri menandatangani kontrak karena hanya melihat keuntungan di depan mata. Keuntungan ini dapat berubah menjadi kerugian dalam sekejap apabila terjadi permasalahan di kemudian hari. Penyedia dapat menolak menandatangani kontrak dengan alasan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan sudah tidak sesuai dengan penawaran yang diajukan. PPK tidak boleh memberikan sanksi kepada penyedia yang menolak karena alasan penolakan dapat diterima.
Apabila PPK dan penyedia menilai bahwa waktu yang tersisa masih memungkinkan untuk melaksanakan pekerjaan, maka dilakukan perubahan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan sebelum penandatanganan kontrak. Setelah kontrak ditandatangani oleh kedua pihak, maka hal tersebut menjadi kewajiban bersama untuk dilaksanakan. Tidak ada lagi alasan apapun untuk menunda pelaksanaan pekerjaan, kecuali keadaan kahar.
Sebaiknya klausul keterlambatan pada Syarat-syarat umum kontrak (SSUK) dan Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK) dihapuskan, sehingga pekerjaan ini tidak boleh terlambat. Penyedia wajib menggandakan setiap usaha untuk menyelesaikan pekerjaan. Apabila pekerjaan terlambat, maka pemutusan kontrak secara sepihak oleh PPK dapat dilaksanakan dan penyedia dikenakan sanksi pencairan jaminan pelaksanaan serta dimasukkan dalam daftar hitam (blacklist).
Hal ini untuk memberikan ketegasan dalam batas waktu berakhirnya pekerjaan.
Penandatanganan kontrak sudah dilaksanakan, namun pekerjaan belum dilaksanakan
Apabila kontrak sudah ditandatangani, Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) sudah dikeluarkan, namun pekerjaan belum dilaksanakan, padahal dalam jadwal pelaksanaan pekerjaan sudah harus mencapai persentase tertentu, maka PPK segera melaksanakan Show Cause Meeting (SCM), yaitu pertemuan yang melibatkan PPK, Penyedia Barang/Jasa, dan Konsuntan Pengawas (apabila ada) untuk membahas hal-hal yang menyebabkan pekerjaan belum dilaksanakan. Apabila hasil pertemuan menyimpulkan bahwa pekerjaan belum dapat dilaksanakan karena hal-hal diluar kemampuan penyedia, misalnya perijinan lahan yang belum selesai, adanya konflik masyarakat, dan lain-lain, maka ditelaah apakah permasalahan tersebut dapat diselesaikan secepatnya dan pekerjaan dapat dilaksanakan paling lambat 31 Desember. Apabila jawabannya iya, maka PPK segera memerintahkan penyedia untuk melaksanakan pekerjaan. Apabila jawabannya tidak, maka pelaksanaan pekerjaan sebaiknya dibatalkan dan kontrak diputuskan tanpa memberikan sanksi kepada penyedia.
Apabila penyedia merasa dirugikan dengan pemutusan kontrak, silakan mengajukan tuntutan perdata kepada PA/KPA karena hal ini berarti terjadi kesalahan pada saat perencanaan, dan yang bertanggung jawab terhadap perencanaan adalah PA/KPA. Penyedia berhak mengajukan tuntutan ganti rugi sesuai perhitungannya dan nanti akan diputuskan oleh hakim apakah nilai ganti rugi yang diajukan sudah memenuhi rasa keadilan atau tidak.
Pekerjaan sudah dilaksanakan, masa pelaksanaan pekerjaan pada kontrak sebelum 20 Desember 2013 namun pekerjaan diprediksi tidak selesai pada masa pelaksanaan, melainkan sebelum 31 Desember 2013.
Sebenarnya aturan pelaksanaan pekerjaan tunduk pada ketentuan yang tercantum pada kontrak. Bahkan menurut Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), perjanjian yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 dan 17 Tahun 2003, akhir tahun anggaran adalah 31 Desember, sehingga apabila kontraknya bukan kontrak tahun jamak, maka pelaksanaan pekerjaan yang dibiayai dari satu tahun anggaran harus diselesaikan pada tanggal 31 Desember.
Namun, aturan keuangan kita agak melenceng, dengan mewajibkan pelaksanaan pekerjaan harus selesai pada tanggal tertentu sebelum 31 Desember hanya dengan alasan agar bagian keuangan tidak kerepotan melakukan pembayaran. Maka muncullah aturan, bahwa penagihan paling lambat 12 Desember, 15 Desember, atau 20 Desember.
Terus terang, ini sebenarnya menyimpang dari Undang-Undang keuangan negara itu sendiri, namun karena istilah “Keuangan Yang Maha Kuasa” maka pelaksana pengadaan terpaksa harus tunduk terhadap hal tersebut.
Nah, apabila pelaksanaan pekerjaan melebihi masa kontrak yang sudah ditetapkan berakhir pada tanggal 12, 15 atau tanggal 20 Desember, maka segera cari ketentuan mengenai pelaksanaan pekerjaan pada akhir tahun.
Pada tahun 2013 ini, salah satu aturan yang dapat digunakan apabila anggaran yang digunakan merupakan anggaran APBN adalah Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Perbendaharaan Nomor 42 Tahun 2013 tentang Langkah-Langkah Dalam Menghadapi Akhir Tahun Anggaran 2013.
Dalam Perdirjen tersebut dikenal mengenai Jaminan Pembayaran untuk mengantisipasi pembayaran apabila pelaksanaan melewati batas akhir pembayaran. Namun yang harus diperhatikan, langkah ini berhenti pada tanggal 31 Desember 2013, sehingga tidak dibenarkan jaminan pembayaran melewati tahun anggaran 2013.
Lupakan ketentuan bahwa penyedia dapat terlambat 50 (lima puluh) hari kalender melewati tahun anggaran, karena ketentuan tersebut merupakan ketentuan pengadaan dan bukan ketentuan keuangan.
Khusus pengguna APBD, maka sejak saat ini harus segera mencari payung hukum yang sesuai, atau kalau tidak ada, maka segera usulkan kepada Kepala Daerah untuk membuat aturan khusus untuk menghadapi tahun anggaran, mumpung waktu penyusunannya masih ada.
Keterlambatan ini harus diiringi dengan pengenaan denda sesuai ketetentuan pada kontrak, yaitu 1/1000 x nilai kontrak atau bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan.
Bagi penyedia, segera gandakan kemampuan apabila kondisi ini terjadi. Usahakan tidak melewati batas akhir pelaksanaan pekerjaan sesuai jangka waktu pada kontrak, namun kalau terpaksa terlambat, maka jangan sampai melewati 31 Desember.
Pekerjaan sudah dilaksanakan, namun pelaksanaan pekerjaan diprediksi tidak dapat selesai pada tanggal 31 Desember 2013
Kemungkinan terakhir yang dapat terjadi adalah setelah dilakukan SCM, maka pekerjaan diprediksi tidak dapat selesai pada tanggal 31 Desember 2013.
Apabila ini terjadi, maka PPK segera melakukan persiapan untuk pemutusan kontrak. Kontrak dapat diputuskan segera setelah teguran ke 3 dilayangkan, atau menunggu tepat 31 Desember 2013 setelah sebelumnya sudah melakukan teguran dan peringatan tertulis terlebih dahulu.
Jangan sekali-sekali membiarkan pelaksanaan pekerjaan melewati tahun anggaran apabila kontrak yang digunakan adalah kontrak tahun tunggal.
Tidak ada alasan curah hujan yang terlalu tinggi, karena semua sudah tahu bahwa pada akhir tahun resiko curah hujan ada di depan mata.
Tidak ada alasan stok kosong, karena penyedia saat memasukkan penawaran seharusnya sudah tahu mengenai ketersediaan stok.
Tidak ada alasan tidak cukup waktu untuk melaksanakan pekerjaan, karena penyedia saat memasukkan penawaran sudah menghitung jangka waktu pelaksanaan pekerjaan. Sehingga kalau tidak sanggup seharusnya tidak memasukkan penawaran.
Intinya adalah, putuskan saja SEMUA kontrak seperti ini. Jangan berharap mekanisme luncuran, karena akan ribet saat penyusunan anggaran tahun anggaran berikutnya, serta akan mengganggu prioritas program tahun anggaran berikutnya.
Khusus APBN, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 25 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Sisa Pekerjaan Tahun Anggaran Berkenaan Yang Dibebankan Pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran Berikutnya rupanya hanya sekedar Macan Kertas belaka tanpa dapat dilaksanakan di lapangan. Pengalaman beberapa orang rekan yang mencoba melaksanakan hal tersebut, justru menjadi temuan pada saat pemeriksaan, serta dipersulit pada saat pembayaran pekerjaan pada tahun anggaran berikutnya.
Sehingga, hindari pelaksanaan pekerjaan yang melewati tahun anggaran.
Juga jangan sekali-sekali membuat Berita Acara Serah Terima pekerjaan fiktif, yaitu sebelum tanggal 31 Desember dibuat BAST 100% hanya sekedar mencairkan anggaran 100% padahal fisik pekerjaan belum mencapai 100%. Walaupun anggaran tersebut kemudian ditahan dan tidak bisa dicairkan oleh Bank.
Hal ini karena tindakan tersebut sudah masuk ranah pemalsuan dokumen, yaitu membuat dokumen yang tidak sesuai dengan kondisi real dan menyebabkan negara membayar tidak sesuai kondisi nyata.
Walaupun penyedianya tetap melanjutkan pekerjaan hingga melewati tahun anggaran dan anggaran dicairkan setelah penyedia selesai melakukan pekerjaan, namun tetap tidak diba dikenakan denda keterlambatan, padahal secara nyata penyedia sudah melakukan keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. Hal ini karena sudah dibuatkan BAST 100%.
Sekali lagi, putuskan saja SEMUA kontrak yang tidak dapat diselesaikan pada akhir tahun anggaran, agar tidak terjadi permasalahan di kemudian hari.
Penyedia yang merasa dirugikan, lanjutkan dengan tuntutan perdata di pengadilan, agar PA/KPA dihukum karena tidak melaksanakan perencanaan yang baik dan benar.
sumber : http://www.khalidmustafa.info
No comments:
Post a Comment
TINGGALKAN PESAN DAN KESAN SETELAH BERKUNJUNG